![]() |
Sumber: Kompas.com |
Saat duduk di bangku sekolah menengah pertama, saya pernah memiliki tetangga rumah yang berasal dari Gunungkidul. Dia memiliki seorang adik perempuan yang tinggal bersama orangtuanya di sana. Suatu hari, beliau mendapatkan kabar bahwa adiknya sudah meninggal karena bunuh diri. Permasalahan soal cinta membuatnya nekat mengantungkan dirinya di rumahnya di Gunungkidul. Tetangga saya yang mendengar kabar tersebut hanya bisa menangis sejadi-jadinya sampai pingsan terus menerus.
Gunungkidul selalu menjadi tempat yang menarik sebab Lek saya berasal dari daerah tersebut, mayoritas tetangga saya juga berasal dari Gunungkidul dan sewaktu kecil saya pernah berkunjung ke daerah tersebut.
Dahulu saat Majapahit sedang berperang dan dipimpin
oleh Prabu Brawijaya V, Prabu Brawijaya melakukan moksa di Gunung Lawu. Para tentaranya
yang tidak lagi memiliki pemimpin, menjadi kehilangan arah dan seolah seperti
anak yang ditinggal oleh induknya. Beratus-ratus prajurit kemudian pergi ke
alas wilayah Gunungkidul, dengan niat untuk melakukan moksa mengikuti
pemimpinnya.
Tetapi karena
ilmu para prajurit itu berbeda dengan sang raja, mereka malah mengantungkan
diri di alas tersebut dan membuat tragedi bunuh diri masal yang menyisakan
qorin-qorin penuh amarah dan dendam. Qorin tersebut kemudian bersatu dan
bersumpah akan mengajak anak cucu keturunan Gunungkidul agar mengikuti jejak
mereka. Istilah ‘pulung gantung’ menjadi merebak saat itu.
Ciri-ciri orang
yang terkena pulung gantung yaitu munculnya bola api berwarna merah di rumah calon korbannya. Pulung gantung dapat
membuat orang yang sedang memiliki masalah menjadi tersugesti dengan
pemikiran-pemikiran negatif, atau bahkan tidak sadar sama sekali dan akhirnya
memiliki keinginan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Cara yang
dilakukan korban juga kerap kali tidak masuk di akal, seperti menggunakan tali
rafia, atau tali apapun. Anehnya walau barang yang digunakan terkesan sepele,
korban yang terkena pulung gantung dapat meninggal, seolah ada tali tak kasap
mata yang membantunya untuk melakukan aksi buruknya. Ciri lain orang yang
terkena pulung gantung adalah munculnya bola-bola tanah kuburan sebanyak 3 buah
yang terletak di bawah kaki sang korban.
Tidak sampai di
situ. Sisi dimana sang korban terakhir menghadap, merupakan suatu pertanda
target pulung gantung selanjutnya. Misalnya sang korban menghadap ke Utara saat
meninggal, maka target berikutnya bisa jadi desa atau wilayah yang berada di
Utara tersebut.
Rumah yang
menjadi korban pulung gantung seringkali ditinggalkan atau dikosongkan agar
kenangan pahit mengenai salah satu anggota keluarga mereka yang bunuh diri
dapat dilupakan.
Mitos pulung
gantung juga hanya terjadi untuk para keturunan asli Gunungkidul dimanapun
mereka berada. Mereka yang memiliki masalah, depresi, dan putus asa dapat
terkena bisikan-bisikan pulung gantung.
Pulung Gantung
tentu dapat dicegah, masyarakat yang melihat pulung gantung kemudian
berjaga-jaga di sekitar lokasi dimana terakhir pulung gantung tersebut terakhir
dilihat dapat mencegah peristiwa bunuh diri itu terjadi.
Pulung Gantung
juga tidak dapat menyerang anak keturunan Gunungkidul yang beriman dan meyakini
bahwa tiada Tuhan selain Allah.
Pulung Gantung
hanya mengisi pikiran jiwa-jiwa yang kosong. Pulung gantung tiada bisa merasuki
manusia yang rajin beribadah.
Komentar
Posting Komentar